Monday, October 25, 2010

KAMPUNG CINA TUA SINGKAWANG di KALI ASIN (SEJARAH)

Tuesday, June 1, 2010                                                                  KALI ASIN: SEJARAH KAMPUNG CINA TUA SINGKAWANG

Siang yang amat panas bikin badan jadi lemas, enerji cepat terkuras sengatan matahari. Apalagi pasir putih memantulkan cahaya sang surya ke atas, hingga keringat semakin deras mengucur. Bentangan pasir putih yang tebal memang bikin kaki makin berat mengayun. Namun bukan karena itu langkah mendadak berhenti.
Di depan, tampak seonggok kayu hitam yang separuh terbenam pasir. Di dalam kayu yang berongga itu tergolek sebuah tengkorak manusia berikut tulang-belulang. Mata pun otomatis menyapu daerah sekitar. Benar juga tak jauh dari situ berserakan pecahan-pecahan peti kayu yang berisi kerangka manusia.
Tak pelak lagi, ini tanah kuburan. Ditilik dari bentuk peti mati yang membulat dengan sudut melengkung, jelas bahwa itu adalah peti mati orang Cina yang oleh masyarakat Singkawang disebut “kon choi”. Peti ini dibuat dari kayu belian yang kuat dan tahan kikisan waktu.
“Kuburan itu paling lama usianya seratus tahun”, kata Budi Rijanto alias Liauw Hai Leng (51 tahun), pemilik pabrik keramik Tajau Mas di dusun Padang Pasir. Dusun ini termasuk Desa Sedau, Kecamatan Tujuhbelas, dan terletak sekitar 6 km di sebelah selatan Kota Singkawang. Kuburan yang dimaksud berada sekitar 100 meter di belakang pabriknya. “Kuburan itu dibongkar penduduk yang kerjanya mengambil pasir untuk bahan bangunan”, katanya lagi. Aneh juga, biasanya orang Cina punya tradisi kuat merawat makam leluhurnya. “Mungkin kerangka itu dulunya seorang imigran Cina yang datang ke sini dan tak punya sanak saudara”, kilah Liauw Hai Leng.
Kuburan yang relatif kuno serta nama Kampung Padang Pasir, yang kenyataannya memang ada hamparan pasir laut di tengah daratan, merangsang rasa ingin tahu tentang asal muasal tempat dan nama Singkawang. “Singkawang itu berasal dari kata Sang-KeuJong, artinya kuala dan gunung”, kata lelaki Cina itu menerangkan.
Setelah dicek pada kitab sejarah lokal milik pemda, Sang-Keu-Jong memang merupakan nama asal Singkawang. Namun kitab itu tidak menerangkan artinya. Meskipun demikian, pemyataan Liau Hai Leng mengandung kebenaran juga. Apalagi kalau dilihat geografi Singkawang terdiri dari dataran rendah daerah pantai yang dilingkungi bukit dan gunung. Antara lain Gunung Poteng (atau Keu Theu San, menurut bahasa Cina Kek) yang bentuknya seperti ibu jari. Satu bukti bertambah tatkala melihat kegiatan orang menggali tanah liat untuk mebuat keramik di belakang pabrik Tajau Mas. Kira-kira pada kedalaman 3 meter, para penggali sudah menemukan tanah laut.
Kaki pun kembali melangkah mengikuti jalan yang ditunjukkan Hu Tjhiung Fo. Kira-kira sepuluh menit menapaki jalan raya, di kejauhan terlihat kelenteng merah berdiri di atas “bukit” batu besar. Ada anak-anak tangga semen mendaki munuju kelenteng. Bangunan pemujaan ini tidak besar, pada dinding batu terpahat kepala singa. “Toh pe kong ini sekarang namanya Tri Dharma Bumi Raya dan papan namanya yang kini telah rusak menyebutkan angka tahun 1661 Masehi”, ujar Hu Tjhiung Fo. Kemudian ia mengisahkan legenda tentang kuil kuno itu. Dulu para pendeta santai duduk memancing di atas batu yang dibawahnya air lauL
Dan penduduk sekitar hidup membuat garam.
Dan memang.di bawah tangga semen terdapat alat penggiling garam yang terbuat dari batu berbentuk silinder bergaris tengah 50 cm.
Beberapa tahun yang lalu di sekitar Padang Pasir yang masuk daerah Tanjung Batu, penduduk melakukan penggalian dan menemukan sisa-sisa sampan kuno serta keramik Cina asal Dinasti Ming, kata Liauw Hai Leng sungguh-sungguh, meskipun Kanwil Depdikbud Singkawang menyatakann belum menerima laporan penemuan purbakala itu.
Hati jadi penasaran, maka langkah jadi ringan menelusuri daerah sekitamya, untuk mencari informasi tentang kepurbakalaan di sana. Tak terasa tibalah di Desa Kali Asin, sebuah kampung Cina yang letaknya 2 km di selatan Desa Sedau. Bukankah nama Kali Asin ada hubungannya dengan laut?
Dulu desa ini narnanya jam Tang, artinya lapangan garam”, kata Bapak A Tet (74 tahun), sesepuh kampung itu. “Menurui ceriteranya, daerah ini dulunya pantai tempat membuat dan menjemur garam”. Pantai yang ada sekarang letaknya 3 km di barat kampung yang dibelah oleh jalan raya Singkawang-Pontianak itu. Salah seorang penduduk, Hu Thiung Fo (35 tahun), menambahkan sewaktu ia membuat sumur pada kedalaman dua meter telah menemukan pasir laut dan airnya payau. “Kampung ini memang tanah kuno, tak jauh dari sini ada bukti-buktinya”, ajaknya antusias.
Sejarah Kota Singkawang memang tak bisa dipisahkan dengann orang Cina. Semua nama tempat, gunung dan sungai mempunyai nama yang berasal dari Cina; misalnya, Gunung Tanjung Batu yang dulu bernama Ha Sha Kok, atau Gunung Keu Theu San yang sekarang berganti nama menjadi Gunung Raya, atau Jam Tang yang kini menjadi Kali Asin, atau nama Kota Singkawang itu sendiri yang dulunya Sang-Keu-Jong.
Dalam sejarah memang disebutkan, sebelumnya orang Cina berpusat di Montrado, 40 km di sebelah tenggara Singkawang. Mereka mendirikan kongsi-kongsi dalam usaha penambangan emas di sana.
Sekarang hampir tidak ditemukan orang Cina di Montrado, habis tergusur sewaktu peristiwa PGRS / Paraku tahun 1967. Yang tinggal sekarang orang Melayu, Dayak dan Bugis berikut perusahaan penambangan emas milik pemerintah yang bekerja sama dengan perusahaan asing.
Bukti bahwa Montrado pemah menjadi pusat kegiatan orang-orang Cina, adalah tugu peringatan yang didirikan Belanda atas pertempurannya dua kali dengan orang-orang bermata sipit itu, yaitu tahun 1852-1854 dan 1914-1916.
Bukti-bukti lainnya, pecahan-pecahan keramik yang banyak tersebar di tanah Montrado, namun terabaikan. Untunglah ada seorang keramolog amatir, Ny. Marquerite Wyntje, istri pimpinan perusahaan, yang tekun mengumpulkan dan menyambung pecahan-pecahan itu menjadi utuh, maka terlihatlah mangkuk, piring, guci, pipa opium, wadah emas, kebanyakan berasal dari Dinasti Qing, Belanda dan lokal. Siapa tahu lewat beling-beling itu dapat dilihat perpindahan pusat kegiatan masyarakat Cina dari Montrado ke Singkawang.
Sang-Keu-Jong memang masih miskin dengan penelitian purbakala.
Warisan budayanya banyak yang masih terkubur, menunggu kedatangan ilmuwan menguak misteri tanah ini.
Nurhadi RangkutiStaf Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

KAMPUNG CINA TUA SINGKAWANG di KALI ASIN (SEJARAH)

Tuesday, June 1, 2010



Siang yang amat panas bikin badan jadi lemas, enerji cepat terkuras sengatan matahari. Apalagi pasir putih memantulkan cahaya sang surya ke atas, hingga keringat semakin deras mengucur. Bentangan pasir putih yang tebal memang bikin kaki makin berat mengayun. Namun bukan karena itu langkah mendadak berhenti.
Di depan, tampak seonggok kayu hitam yang separuh terbenam pasir. Di dalam kayu yang berongga itu tergolek sebuah tengkorak manusia berikut tulang-belulang. Mata pun otomatis menyapu daerah sekitar. Benar juga tak jauh dari situ berserakan pecahan-pecahan peti kayu yang berisi kerangka manusia.
Tak pelak lagi, ini tanah kuburan. Ditilik dari bentuk peti mati yang membulat dengan sudut melengkung, jelas bahwa itu adalah peti mati orang Cina yang oleh masyarakat Singkawang disebut “kon choi”. Peti ini dibuat dari kayu belian yang kuat dan tahan kikisan waktu.
“Kuburan itu paling lama usianya seratus tahun”, kata Budi Rijanto alias Liauw Hai Leng (51 tahun), pemilik pabrik keramik Tajau Mas di dusun Padang Pasir. Dusun ini termasuk Desa Sedau, Kecamatan Tujuhbelas, dan terletak sekitar 6 km di sebelah selatan Kota Singkawang. Kuburan yang dimaksud berada sekitar 100 meter di belakang pabriknya. “Kuburan itu dibongkar penduduk yang kerjanya mengambil pasir untuk bahan bangunan”, katanya lagi. Aneh juga, biasanya orang Cina punya tradisi kuat merawat makam leluhurnya. “Mungkin kerangka itu dulunya seorang imigran Cina yang datang ke sini dan tak punya sanak saudara”, kilah Liauw Hai Leng.
Kuburan yang relatif kuno serta nama Kampung Padang Pasir, yang kenyataannya memang ada hamparan pasir laut di tengah daratan, merangsang rasa ingin tahu tentang asal muasal tempat dan nama Singkawang. “Singkawang itu berasal dari kata Sang-KeuJong, artinya kuala dan gunung”, kata lelaki Cina itu menerangkan.
Setelah dicek pada kitab sejarah lokal milik pemda, Sang-Keu-Jong memang merupakan nama asal Singkawang. Namun kitab itu tidak menerangkan artinya. Meskipun demikian, pemyataan Liau Hai Leng mengandung kebenaran juga. Apalagi kalau dilihat geografi Singkawang terdiri dari dataran rendah daerah pantai yang dilingkungi bukit dan gunung. Antara lain Gunung Poteng (atau Keu Theu San, menurut bahasa Cina Kek) yang bentuknya seperti ibu jari. Satu bukti bertambah tatkala melihat kegiatan orang menggali tanah liat untuk mebuat keramik di belakang pabrik Tajau Mas. Kira-kira pada kedalaman 3 meter, para penggali sudah menemukan tanah laut.
Kaki pun kembali melangkah mengikuti jalan yang ditunjukkan Hu Tjhiung Fo. Kira-kira sepuluh menit menapaki jalan raya, di kejauhan terlihat kelenteng merah berdiri di atas “bukit” batu besar. Ada anak-anak tangga semen mendaki munuju kelenteng. Bangunan pemujaan ini tidak besar, pada dinding batu terpahat kepala singa. “Toh pe kong ini sekarang namanya Tri Dharma Bumi Raya dan papan namanya yang kini telah rusak menyebutkan angka tahun 1661 Masehi”, ujar Hu Tjhiung Fo. Kemudian ia mengisahkan legenda tentang kuil kuno itu. Dulu para pendeta santai duduk memancing di atas batu yang dibawahnya air lauL
Dan penduduk sekitar hidup membuat garam.
Dan memang.di bawah tangga semen terdapat alat penggiling garam yang terbuat dari batu berbentuk silinder bergaris tengah 50 cm.
Beberapa tahun yang lalu di sekitar Padang Pasir yang masuk daerah Tanjung Batu, penduduk melakukan penggalian dan menemukan sisa-sisa sampan kuno serta keramik Cina asal Dinasti Ming, kata Liauw Hai Leng sungguh-sungguh, meskipun Kanwil Depdikbud Singkawang menyatakann belum menerima laporan penemuan purbakala itu.
Hati jadi penasaran, maka langkah jadi ringan menelusuri daerah sekitamya, untuk mencari informasi tentang kepurbakalaan di sana. Tak terasa tibalah di Desa Kali Asin, sebuah kampung Cina yang letaknya 2 km di selatan Desa Sedau. Bukankah nama Kali Asin ada hubungannya dengan laut?
Dulu desa ini narnanya jam Tang, artinya lapangan garam”, kata Bapak A Tet (74 tahun), sesepuh kampung itu. “Menurui ceriteranya, daerah ini dulunya pantai tempat membuat dan menjemur garam”. Pantai yang ada sekarang letaknya 3 km di barat kampung yang dibelah oleh jalan raya Singkawang-Pontianak itu. Salah seorang penduduk, Hu Thiung Fo (35 tahun), menambahkan sewaktu ia membuat sumur pada kedalaman dua meter telah menemukan pasir laut dan airnya payau. “Kampung ini memang tanah kuno, tak jauh dari sini ada bukti-buktinya”, ajaknya antusias.
Sejarah Kota Singkawang memang tak bisa dipisahkan dengann orang Cina. Semua nama tempat, gunung dan sungai mempunyai nama yang berasal dari Cina; misalnya, Gunung Tanjung Batu yang dulu bernama Ha Sha Kok, atau Gunung Keu Theu San yang sekarang berganti nama menjadi Gunung Raya, atau Jam Tang yang kini menjadi Kali Asin, atau nama Kota Singkawang itu sendiri yang dulunya Sang-Keu-Jong.
Dalam sejarah memang disebutkan, sebelumnya orang Cina berpusat di Montrado, 40 km di sebelah tenggara Singkawang. Mereka mendirikan kongsi-kongsi dalam usaha penambangan emas di sana.
Sekarang hampir tidak ditemukan orang Cina di Montrado, habis tergusur sewaktu peristiwa PGRS / Paraku tahun 1967. Yang tinggal sekarang orang Melayu, Dayak dan Bugis berikut perusahaan penambangan emas milik pemerintah yang bekerja sama dengan perusahaan asing.
Bukti bahwa Montrado pemah menjadi pusat kegiatan orang-orang Cina, adalah tugu peringatan yang didirikan Belanda atas pertempurannya dua kali dengan orang-orang bermata sipit itu, yaitu tahun 1852-1854 dan 1914-1916.
Bukti-bukti lainnya, pecahan-pecahan keramik yang banyak tersebar di tanah Montrado, namun terabaikan. Untunglah ada seorang keramolog amatir, Ny. Marquerite Wyntje, istri pimpinan perusahaan, yang tekun mengumpulkan dan menyambung pecahan-pecahan itu menjadi utuh, maka terlihatlah mangkuk, piring, guci, pipa opium, wadah emas, kebanyakan berasal dari Dinasti Qing, Belanda dan lokal. Siapa tahu lewat beling-beling itu dapat dilihat perpindahan pusat kegiatan masyarakat Cina dari Montrado ke Singkawang.
Sang-Keu-Jong memang masih miskin dengan penelitian purbakala.
Warisan budayanya banyak yang masih terkubur, menunggu kedatangan ilmuwan menguak misteri tanah ini.
Nurhadi RangkutiStaf Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Sunday, October 24, 2010

Misteri Batu Bejambon (Paloh)

            Hamparan 2 buah batu besar tepat di tengah sungai itulah yang disebut Batu Bejamban . yang Jaraknya kurang lebih 10 m dari stegher (dermaga). Batu merupakan tempat berjemur buaya- buaya, oleh penduduk setempat batu tersebut adalah istana Raden Sambir. Di lokasi terdapatnya sumber mata air yang tidak jauh dari batu bejamban. Terletak di atas bukit dapat dilalui dengan berjalan kaki dengan menaiki anak tangga. Mata air tersebut dianggap keramat dan mempunyai khasiat dapat menyembuh berbagai penyakit .
            Sebenarnya menurut keterangan orang sakti terdapat 7 buah, namun yang ada hanya 4 buah mata air. Sumber mata air dalam 1 lingkaran lobang di atas batu besar, airnya tidak pernah kering, selalu ada walaupun ditimba beberapa liter. Sangat sulit untuk dicermati secara akal darimana air tersebut berasal.
Menurut kepercayaan juga mata air yang muncul tersebut adalah tempat pemandian orang- orang ghaib atau orang kayangan di Kerajaan Paloh (Sumber  :Blogger Wisata Sambas).

Keharmonisan Kultur Tiga Etnis di Kalbar

Kota Khatulistiwa itulah sebutan lain Kota Pontianak. Kota yang dilalui garis Khatulistiwa (Equator) tepat berada digaris lintang nol derajat bumi. Lokasi berada di pinggir jalan di daerah Siantan Tugu Khatulistiwa berdiri kokoh. Bangunan pertama yang dibangun sejak tahun 1928 oleh seorang ahli Geografi berkebangsaan Belanda dulunya hanya berbentuk tonggak dengan anak panah. Tapi sekarang telah direnovasi dengan tiang dari bahan kayu besi atau kayu ulin (belian),


kelihatan begitu kokoh dan megah berdiri. Betapa eloknya Negeri yang dilalui garis Khatulistiwa hingga menciptakan suatu keajaiban tanpa bayangan (no shadow) pada saat hari kulminasi matahari setiap tahun pada tanggal 21 -23 Maret dan 21-23 September. Jadi tak perlulah berwisata jauh- jauh ke kota- kota yang dilalui garis khatulistiwa di Amerika Latin dan Afrika untuk menyaksikan moment ini, cukup hanya datang ke Pontianak, Kalimantan Barat. Karena di negara ini Indonesia semuanya ada, ELOK NEGERI KHATULISTIWA….!!!
Tepat di tengah- tengah Sungai Kapuas membentang luas di Kota Pontianak hingga membelah Kalimantan Barat. Sungai Kapuas mempunyai adalah saksi bisu dalam pendirian Kota Pontianak oleh Sultan Syarif Abdurrahman. Sejarah mistik tentang cerita Hantu Pontianak pun dikait- kaitkan dalam perjuangan mendirikan Pontianak. Hem.. menyeramkan, bukan ? tapi begitulah Pontianak dengan sejarahnya. Lebih menyeramkan bila anda belum mengunjunginya, karena dengan segala berbagai fasilitas hotel berbintang standar bintang 5, Restaurant,dan Leisure and Resort siap menyambut anda dengan pelayanan yang nyaman dan aman. Beberapa fasitas penunjang pariwisata yang lain seperti, taman hiburan bermain, tempat hiburan, mall, toko souvenier, Stadium Olahraga, dll pun dapat anda nikmati.

Tumbuhan asli kalbar
Disamping itu Budaya Dayak tidak kalah fantastisnya dengan kepala bertahtakan hiasan bulu burung elang lambang, baju yang terbuat dari kulit kayu dan sebilah mandau dipinggang yang menggambarkan keberanian.

Wanita Dayak cantik dengan pakaian khas dengan hiasan manik- manik berwarna warni. Berbagai tradisi dan Budaya Dayak yang masih abadi seperti “Gawai Dayak” selalu digelar setiap tahun yang sudah dijadikan event pariwisata Kalimantan Barat. Perayaan Tahun baru Imlek selalu menampilkan perarakan Naga (barongsai) yang spektakuler oleh Etnis Cina. Lampion- lampion merah menerangi kota- kota di Kalimantan Barat pada malam- malam setiap menyambut Imlek. Sangat ELOK NEGERI KHATULISTIWA dengan keberagaman dalam keharmonisan yang menciptakan keunikan dan akulturasi budaya di Kalimantan Barat.
Tuhan telah memberikan alam di bumi khatulistiwa yang begitu indah untuk ditelusuri. Hutan tropis yang masih primitif dengan berbagai spesies langka hidup di hutan tropis misterius. Sungai- sungainya yang masih menjadi urat nadi masyarakat pun menyimpan berbagai spicies ikan. Sebut saja ikan Botia, semua jenis ikan Tor, beberapa jenis ikan rasbora, dan ikan arwana hampir dinyatakan punah CITES (Convention on International Trade for Endangered Spesies) ternyata masih hidup di sungai- Sungai Kalimantan Barat (baca : Inventarisasi Ikan Langka di Kalimantan Barat). Bila anda pencinta satwa liar anda dapat mengunjugi Taman Nasional Betung Kerihun di Kapuas Hulu. Disini terdapat berbagai habitat langka orang hutan dari spicies Pongo pygmaeus wurmbii dan Pongo pygmaeus pygmaeus yang menurut WWF termasuk hewan langka yang mana hanya tersisa 1330-2000 individu di Taman Nasional Betung Kerihun dan 500 – 1090 individu di Taman Nasional Danau Sentarum (www.wwf.or.id).
Bila datang ke Pontianak tidak lengkap rasanya bila tidak mencicipi makanan khasnya. Mie tiaw, Bubur Pedas, Pulut Lemang/Pengkang, Goreng Pisang Jumbo, Cucor, Mie Sagu, bunga tahu dan aneka minuman es seperti, es Shanghai, Es lidah buaya, es buah- buahan lain yang dapat menyejukan badan anda saat berada di Kota Khatulistiwa ini. Masih banyak lagi kuliner khas lain yang hanya hadir ada saat perayaan hari besar Idulfitri, IdulAdha dan Tahun Baru Imlek misalnya Kue lapis, kue kering, Ketupat, kue keranjang, kue bulan dan manisan buah- buahan. Boleh dikatakan Kalimantan Barat kaya akan kuliner dan makanan yang enak- enak dengan aneka rasa. Anda juga dapat membawa pulang oleh- oleh penganan kuliner dengan menyusuri sudut- sudut di Kota Pontianak yang banyak menjual makanan khas seperti bingke, ikan asin, sotong pangkong, dan lempok.



Apalagi tahun 2010 ini adalah tahun kunjungan Kalbar, merupakan saat yang tepat untuk mengunjungi Kota Pontianak. Berbagai event wisata dengan menyajikan atraksi budaya digelar. Keindahan wisata alam pantai pasir putih pasir panjang Singkawang, Pantai Batu Ampar Kubu Raya, Pantai Selimpai Paloh, Sungai Kapuas, Danau Sebedang dan Sentarum, Taman Wisata Alam Bukit Kelam Sintang, dan masih banyak lagi keindahan alam Kalbar dengan sejuta misteri yang dapat anda nikmati dan telusuri. Silakan kunjungi disbudpar.kalbarprov.go.id untuk informasi.                                                                                                   

Kota Sambas dikenal dengan sebutan Serambi Mekah. Karena pada jaman dulu Sambas adalah merupakan pusat pengajaran pendidikan Islam pada saat Kesultanan Sambas masih eksis. Kerajaan Sambas yang ada sekarang adalah keturunan dari kerajaan di Brunei Darussalam. Kerajaan tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang erat dengan Kerajaan Sambas.(Baca Kesultanan Sambas, wikipedia).
Sejak dimekarkan dari Singkawang dan Bengkayang pada 15 Juli 1999, Kabupaten sambas kini sedang membangun diberbagai sektor. Hingga menciptakan ekonomi masyarakat berkembang dengan baik, lebih kreatif dan inovatif yang ditandai dengan meningkatnya kegiatan investasi, membaiknya infrastruktur dasar dan pengelolaan Sumber Daya Alam yang berwawasan lingkungan.Tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakat juga semakin membaik, berakhlak mulia dan memiliki ketahanan budaya.

Bicara tentang budaya di Pontianak tidak pernah lepas dengan Budaya Melayunya yang masih kental dengan adat istiadatnya. Pria berpeci dengan baju teluk belanga bertapih kain bercorak serat nenas sampai ke betis adalah lambang kegagahan dan agamis bagi Pria melayu, sedangkan wanitanya bertudungkan kain khas di atas kepala dengan baju kurungnya yang anggun. Istana Kerajaan Melayu Istana Kadriah terletak di Kampung Beting dan Rumah Budaya Melayu di Kota Baru-Pontianak mungkin layak anda kunjungi untuk melihat keelokan arsitektur khas Melayu di Kota Khatulistiwa.




Singkawang - Ci Kung Temple

Singkawang is about half hour drive from Pemangkat. Singkawang known by local and most of Indonesian as "Kota Amoi". "Amoi" in Hakka (a Chinese dialect) mean girl so may be it translated as "city of girls". I think the reason behind of this was you can easily find a lot of pretty girls around the city. This is for real, and it is not mean those girls are bad girls, they are come from decent family, it just because more then 60% of the Singkawang population are Chinese descent, so you can easily find a Chinese girl compare to most of Indonesian city. Since there are so many Chinese descent even the name of the city is named in Chinese.

Any way, Ci Kung temple is located a bit out side Downtown Singkawang. (Blospot  :Pemangkat)
 




Berburu Kuliner Super Hot di Kota Sambas

Jalan- jalan untuk berwisata memerlukan tenaga ekstra, apalagi perjalanan yang jauh dan memerlukan beberapa jam atau hari untuk mencapai destinasi kota tujuan. Wah… anda harus punya stok bekal uang yang mencukupi selama dalam perjalanan wisata untuk memenuhi biaya transportasi, penginapan, dan tentunya makanan/ minuman yang disebut juga akomudasi.
Bicara tentang makanan… ini khusus bagi yang doyan makan. bagi yang enggak suka abaikan saja. He he he…Sambas mempunyai wisata makanan/ kuliner yang enak dan sedap- sedap belaka. Sebut saja Bubbor Paddas yang merupakan wisata makanan kuliner hot dan khas nomor satu di Sambas. Beri cabe banyak- banyak, anda pasti kepedasan dengan sejuta hot dibibir. Just kidding…!!! Untuk mendapatkan masakan ini, cari di sekitar Jembatan Sabbo’ di sekitar Istana Keraton Kerajaan Sambas.

Bingke Juga tidak kalah sedapnya. Bingke adalah termasuk jenis kue manis dengan adonan telur, susu dan gula kemudian di panggang dengan tungku tradisional. Nah kebayangkan nikmat dengan rasa originalnya? Dari paduan adonannya sudah kelihatan betapa lezatnya makanan ini. Anda bisa mendapatkan makanan ini bila tiba di Pasar Sambas. Pagi hari adalah saat yang tepat untuk berburu kue ini lengkap dengan kue- kue yang lain, seperti kelappon, Ukkal, Sari Mukke, Cur daram- daram, otak unte, dan banyak lagi.
Mau yang lebih hot lagi? Ada lagi makanan ekstrim yaitu Tanak Lade. Makanan ini adalah berbahan dasar kuah lada hitam yang kental dengan ikan gabus, Betok, dan ikan duri (Sijar ringan). Masakan ini adalah kuliner  super hot ala Sambas, bahkan pedasnya akan terasa lama dibadan bila mencicipi makanan ini. Sayang saya tidak mempunyai fotonya, karena saya memang tidak mempunyai kamera. Miskin amat..!! Bagi yang menyukai makanan pedas, anda bisa mencoba Tanak lade. Berani tantangan ? Siapa takut…!!!

             Pantai Selimpai hening, hanya terdengar desiran ombak. Sesekali terdengar bunyi kicauan burung dan suara nelayan yang sedang berlabuh dari mencari ikan. Tempat yang cukup nyaman untuk berlibur.
Pantai indah di Kecamatan Paloh ini merupakan sebuah tanjung yang panjang menjorok ke laut di muara Sungai Paloh, dimana hamparan pasirnya merupakan tempat bertelurnya penyu. Daya tarik pantai Selimpai, antara lain hampir keseluruhan daerah ini ditumbuhi dengan hutan cemara yang membuat pantai ini menjadi khas dan berbeda dengan pantai – pantai lain yang ada di Kabupaten Sambas. Selain itu, penutup tanah (ground cover) di hutan cemara ini adalah rumput hijau yang hampir merata, sangat cocok untuk lokasi piknik atau camping ground. Sementara itu, pada bagian pantai yang berpasir putih, topografinya sangat landai dan tampak sangat bersih
Pantai yang merupakan tempat habitat bagi penyu–penyu laut yang bertelur ini terdapat pusat penangkaran dan pembudidayaan penyu, karena banyaknya penyu yang datang atau naik ke pantai ini untuk bertelur. Setiap bulan Mei, di daerah obyek wisata ini diselenggarakan pesta perang telur penyu oleh penduduk setempat dinamakan “Parr rang Pany nyo’ . Ini merupakan tradisi masyarakat Melayu Sambas. Pesta ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan menolak bala. Setelah upacara ini selesai dilaksanakan, dilanjutkan dengan acara pelelangan telur penyu. Insya Allah kalau ada kesempatan saya akan mendokumentasikannya diblog ini.
Entry Filed under: Wisata. Tag: , .

Sebuah Mesjid yang didirikan oleh Sultan Muhammad Syafiuddin II menampilkan Astitektur Melayu yang sangat simbolik dengan jumlah tiang tengah bagian dalam Mesjid Jami’ berjumlah delapan batang yang bermakna pendirinya adalah Sultan ke-8 atau Sultan ke-14 garis Kesultanan Kerajaan Sambas.  Kedua bangunan peninggalan Kerajaan Sambas sangat dinamis antara nilai- nilai keIslaman dan budaya Melayunya.
Bagi pengunjung bisa menyempatkan Sholat disini apabila berkunjung ke Istana Alwatzikhoebillah Sambas.Sumber  :Blogger Wisata Sambas. 

Dibaluti dengan warna kuning Istana Kerajaan Sambas masih mempunyai kharisma bagi Masyarakat Sambas.

Belum lengkap rasanya bila anda mengunjungi Kalimantan Barat bila belum mengunjungi Sambas. Untuk mengunjungi sambas anda bisa menghubungi Travel Pontianak menuju Pemangkat atau langsung saja menuju Kota Sambas.
Entry Filed under: Wisata. Tag: , , , .
Sumber   :Blogger Wisata Sambas.


                              

Daya Back ground

Jika mendengar sebutan kata Dayak pasti akan teringat akan nama sebuah suku yang hidup dan menetap di pulau Kalimantan. Suku Dayak adalah nama suku yang memiliki budaya yang bersifat daratan bukan budaya maritim. Budaya daratan yang dimaksud disini adalah sebuah budaya yang hampir di setiap segi kehidupan suku tersebut dilakukan di daratan bukan di daerah pesisir apalagi di lautan seperti budaya maritim. Hal itu dapat dilihat dari kegiatan sehari-harinya suku Dayak, seperti berburu, bertani, dan berkebun.                      
www.kualalumpurcentral.com/Kuala%20Lumpur%20National%20Museum%20Dayak%20Head%20Hunter%20from%20Sarawak.jpg
Kata Dayak menurut R. Sunardi dan O. K. Rahmat, keduanya menyatakan bahwa Dayak adalah sebuah kata untuk menyatakan suatu kelompok yang tidak menganut agama Islam dan hidup menetap di pedalaman Kalimantan. Istilah ini juga yang diberikan oleh bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir Kalimantan yang berarti gunung. Bangsa Melayu pada waktu itu adalah sekelompok masyarakat yang tidak lain dan tidak bukan adalah masyarakat yang berasal dari daerah Melayu dan berbahasa Melayu pula. Tetapi akan lain pengertiannya jika yang disebut orang Melayu adalah orang Dayak yang sudah memeluk agama Islam.
Jika dilihat dari pandangan orang Dayak sendiri, yang disebut sebagai orang Melayu adalah sekelompok orang yang berasal dari daerah Melayu dan para pendatang lain yang berdatangan ke Kalimantan, kecuali kelompok Tionghoa, yang mendiami Kalimantan. Orang-orang Melayu mengatakan bahwa Dayak itu berarti orang gunung. Tidak ada kamus atau para ahli yang menyatakan bahwa kata Dayak itu berarti orang gunung, hal itu disebabkan karena sebagian besar dari orang Dayak menetap di daerah hulu sungai dan topografi tanahnya bergunung-gunung tetapi tidak berarti orang Dayak adalah orang gunung. Di samping nama Dayak ada juga istilah Dyak. Istilah Dyak ini diberikan oleh orang Inggris dulu kepada suku-suku Dayak di Kalimantan Utara (Malaysia).

 

bolaeropa.kompas.com/photos/MATA%20AIR/5balian.jpg
Suku Dayak yang Menetap di pulau Kalimantan itu tersebar di seluruh bagian Kalimantan dan hidup tersebar-sebar, di daerah hulu sungai, di daerah yang tofografinya gunung-gunung, lembah-lembah, dan di kaki bukit. Untuk menyebut jati diri mereka, orang Dayak biasanya memakai nama aliran sungai besar yang daerah pesisirnya mereka diami. Misalnya orang Dayak yang mendiami daerah pesisir sungai Kahayan, mereka menyebut jati diri mereka sebagai uluh Kahayan (orang Kahayan). Ada uluh Katingan, uluh Barito, dan lain sebagainya.
Di antara orang-orang Dayak itu sendiri, ada sekelompok orang yang berkeberatan memakai kata Dayak sehingga muncullah istilah yang lain, yairu Daya. Istilah Daya ini sangat populer di daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Kata Dayak dan Daya sebenarnya merujuk pada satu suku saja, yaitu suku Dayak. Dan dalam bahasa Dayak Ngaju kedua kata itu merupakan sebuah kata sifat yang menunjuk pada suatu kekuatan. Dalam bahasa Sangen kata Dayak dan Daya itu berarti bakena (gagah).
 Catatan: tulisan ini disadur dari blog saya.
 

Arts of Dayak




 Gambar ini adalah sebagain kecil Seni dan budaya dayak yang masih banyak belum tergali oleh karena banyak kendala dan keterbatasannya, namun sesungguhnya tidak kalah menarik dengan seni maupun budaya di daerah lain. Tolong bantuan doa dan saran-saran yang membangun kiranya seiring dengan berjalannya waktu budaya Dayak juga sesegera mungkin dapat dimunculkan dipentas seni dan budaya bergengsi, biar semua orang tahu bahwa Dayak juga punya peradaban dan punya nilai seni yang tinggi dan baik

Ulah FPI VS PATUNG NAGA SINGKAWANG thn.2008

5.02 min. | 4.3333335 user rating | 5210 views
video polemik tugu naga Singkawang 2008 part1... 
 
10.97 min. | 5.0 user rating | 7646 views
demo aksi pembubaran FPI di kota Singkawang(Kal_Bar) yang diikutin oleh massa yang jumlahnya sekitar 5000an orang yang berasal dari suku kaum dayak, melayu, madura, tionghoa....
 


Saturday, October 23, 2010

KERUSUHAN TARAKAN versi Masyarakat THN 2010

                                            KERUSUHAN TARAKAN
Kerusuhan terjadi karena kesenjangan sosial, tokoh masyarakat Tarakan, Kalimantan Timur, Sofyan Asnawie, menilai kerusuhan etnis setempat disebabkan adanya kesenjangan sosial yang lebar antara warga pribumi dan para pendatang. Warga pendatang mendominasi hampir semua lini sektor pemerintahan, ekonomi dan sosial. "Di Pemerintahan Tarakan tidak ada warga pribumi yang menduduki jabatan tinggi, semua pendatang,” paparnya saat dihubungi wartawan, Senin (27/9/10).
Karenanya, Sofyan mengaku tidak kaget terjadi peristiwa kerusuhan etnis di Tarakan sehingga menyebabkan satu tewas dan satu terluka parah. “Pasti suatu saat akan terjadi peristiwa ini,” paparnya. Sofyan berharap ada pemerataan status sosial–ekonomi antara warga pendatang dan warga pribumi. Tiadanya kesenjangan, menurutnya, akan mampu mengikis kebencian di antara warga pribumi dan pendatang.
Kondisi Kota Tarakan hingga pukul 20.00 WITA Senin (27/9/10) masih mencekam. Ini buntut kerusuhan antaretnis yang terjadi di kawasan Juata Kerikil pada pagi dini hari tadi. Kerusuhan antaretnis disebabkan adanya peristiwa pemalakan antara warga salah satu etnis terhadap etnis lainnya. Pemalakan ini berakhir dengan adanya pengeroyokan warga sehingga menyebabkan satu orang bernama Abdullah meninggal dan seorang lagi terluka parah.
Mereka ayah dan anak. Ayahnya meninggal sedangkan anaknya harus dirawat di rumah sakit,” paparnya. Akibat peristiwa ini, kata Sofyan, ratusan warga membakar empat rumah di kawasan Juata Kerikil. Mereka juga mencari orang-orang yang mengeroyok dua rekannya. Mengantisipasi agar kerusuhan tidak meluas ke kota, aparat keamanan sudah melokalisir tempat kejadian perkara agar tidak merembet ke kawasan kota Tarakan. Polisi juga sudah berupaya memburu para pelaku pengeroyokan yang mengakibatkan satu meninggal dan satu orang harus dibawa ke rumah sakit. Berikut ini Foto-Foto paska Kerusuhan Tarakan :

KRONOLOGIS KERUSUHAN TARAKAN VERSI POLRI THN 2010





                                                Kapolri: Bambang Hendarso Danuri


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kronologi kerusuhan di Tarakan 26 September 2010 malam yang melibatkan kelompok suku Bugis dan suku Tidung menurut kacamata Polri sebagai berikut.

Minggu sekitar pukul 22.30 WITA
Sdr Abdul Rahmansyah warga Juanta Permai sedang melintas di Perum Korpri Jl Seranai III, Juata Kec Tarakan Utara, Kota Tarakan. Secara tiba-tiba dikeroyok 5 orang tidak dikenal sehingga Abdul Rahmansyah luka-luka di telapak tangan.

Selanjutnya Abdul Rahmansyah pulang ke rumah untuk meminta pertolongan dan diantar pihak keluarga ke RSU Tarakan berobat.

Senin 27 September 2010, pukul 00.30 WITA, Abdullah (56) ayah Abdul Rahmansyah beserta 6 orang keluarga dari Suku Tidung berusaha mencari para pelaku pengeroyokan dengan membawa senjata tajam berupa mandau, parang dan tombak.

Mereka mendatangi sebuah rumah yang diduga sebagai rumah tinggal satu diantara pengeroyok di Perum Korpri Jl Seranai III, Juata, Tarakan Utara Kota Tarakan.

Penghuni rumah yang mengetahui bahwa rumahnya akan diserang segera mempersenjatai diri dengan senjata tajam berupa badik dan parang. Kemudian terjadilah perkelahian antara kelompok Abdullah (warga Suku Tidung) dengan penghuni rumah tersebut (kebetulan warga Suku Bugis Latta). Akibatnya Abdullah meninggal dunia terkena sabetan senjata tajam.

30 menit kemudian
terjadi penyerangan di Perum Korpri Jl Seranai III, Tarakan Utara, Kota Tarakan yang dilakukan sekitar 50 orang dari Suku Tidung bersenjata mandau, parang dan tombak. Terjadi pengrusakan terhadap rumah milik Noodin (Warga Suku Bugis Letta).

Pukul 05.30 WITA terjadi lagi aksi pembakaran rumah milik Sarifuddin (Warga Suku Bugis Latta), Warga Perum Korpri Jl. Seranai Rt 20 Kel Juata Permai, Tarakan Utara.

Pukul 06.00 WITA, sekitar 50 orang warga Suku Tidung mencari Bapak Asnah (Warga Suku Bugis Latta), namun berhasil diamankan anggota Brimob.

Pukul 10.00 WITA, massa kembali mendatangi rumah tinggal Noodin (Warga Suku Bugis Latta) dan langsung membakarnya. Selanjutnya terjadi aksi pengrusakan terhadap 4 sepeda motor yang berada di rumah Noodin.

Pukul 18.00 WITA, terjadi pengeroyokan terhadap Samsul Tani (Warga Suku Bugis), Warga Memburungan Rt 15 Kec Tarakan Timur, Kota Tarakan.

Pukul 20.30 WITA hingga 22.30 WITA bertempat di Kantor Camat Tarakan Utara berlangsung pertemuan yang dihadiri untur Pemda setempat seperti Walikota Tarakan, Sekda Kota Tarakan, Dandim Tarakan, Dirintelkam Polda Kaltim, Dansat Brimob Polda Kaltim, Wadir Reskrim Polda Kaltim serta perwakilan dari Suku Bugis dan Suku Tidung.

Hasil pertemuan adalah sebagai berikut :
1. Sepakat untuk melihat permasalahan tersebut sebagai masalah individu.
2. Sepakat untuk menyerahkan kasus tersebut kepada hukum yang berlaku.
3. Segera temukan pelaku.
4. Seluruh kegiatan pemerintahan dan perekonomian berjalan seperti biasa.
5. Elemen masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama mendukung upaya penegakkan hukum.
6. Mengatasi akar permasalahan secara tuntas.
7. Tidak menciptakan pemukiman yang homogen.
8. Seluruh tokoh elemen masyarakat memberikan pemahaman kepada warganya agar dapat menahan diri.
9. Peranan pemerintah secara intern terhadap kelompok etnis.

Selasa 28 September 2010 pukul 11.30 WITA, telah diamankan 2 orang yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan Abdullah yaitu

1. Sdr BAHARUDIN alias BAHAR (20 Thn), berperan pelaku penebas parang.
2. Sdr BADARUDIN alias ADA (16 Thn), berperan membantu.

Namun pada Selasa malam (28 September 2010) pukul 20.21 WITA, terjadi lagi bentrokan warga dan aksi pembakaran terhadap rumah milik H SANI (salah seorang tokoh Suku Bugis Latte Pinrang. Massa yang diperkirakan berjumlah 300 orang melakukan aksi tersebut yang mengakibatkan 1 (satu) rumah terbakar, 2 (dua) korban meninggal dunia atas nama: PUGUT (37) dan MURSIDUL ARMIN, dan 4 luka-luka.

Mabes Polri telah mengirimkan 172 personil Brimob dari Kelapa dua untuk memback up ke Polres Tarakan. Pasukan telah diberangkatkan pukul 04.00 WIB dari Bandara Soekarno Hatta tiba di Tarakan pukul 07.30 WITA. (divhumas Polri)

Penulis: widodo
Editor: widodo

SINGKAWANG KOTA AMOY

                                                               KOTA SINGKAWANG
Singkawang atau bisa disebut KOTA AMOY adalah sebuah kota yang dulunya menjadi ibu kota Sambas dan setelah di lakukan pemekaran kabupaten Sambas singkawang menjadi bagian dari kabupaten Bengkayang.Dengan UU No 12 tahun 2001 Singkawang resmi menjadi Pemerintahan kota Singkawang.Singkawang terletak 145 km dari ibu kota provinsi KAL-BAR yaitu Pontianak dan terbagi menjadi lima daerah yaitu Singkawang utara, Singkawang selatan, Singkawang barat, Simgkawang timur, dan Singkawang tengah.

Nama unik kota Sinkawang mempunyai beberapa asal-usul.Ada yang mengatakan bahwa nama Singkawang diambil dari nama tanaman yaitu "TENGKAWANG" yang terdapat di wilayah hutan tropika.Dalam versi orang cina atau Tionghua dari suku "KHEK/HAKKA" kata Singkawang berasal dari kata Sau Kew Jong yang berarti kota yang terletak diantara laut,muara,gunung,dan sungai.Orang tinghua tersebut tidak berlebihan, kenapa tidak ?,karena Sebelah barat kota Singkwang berbatasan dengan laut natuna,Sebelah selatan dan timur koya Singkawang berbatasan dengan Gunung Roban, Pasi, Raya,dan Gunung Poteng, sedangkan di tengah-tengah kota Singkawang sungai yang mengalir ke laut natuna.

Masyarakat Singkawang begitu heterogen sehingga Singkawang di kenal sebagai kota multi etnis.sebagian besar etnis yang ada di singkawang yaitu etis Melayu, Dayak, dan Tionghua.Singkawang dikenal sebagai Hongkongnya Indonesia atau kota Seribu Vihara karena etnis Tionghua yang ada di Singkawang mencapai 42% dari jumlah penduduk kota Singkawang.Dalam berkomunikasi etnis Tionghua menggunakan bahasa Khek/Hakka sehingga takheran jika berada di kota Singkawang seperti berada di salah satu sudut Kota Hongkong.Salah satu budaya etnis Tionghua adalah CAP GO MEH yang di langsungkan 15 hari setelah tahun baru imlek.karnval ta'aruf dan Pawai Takbir adalah salah satu budaya adat melayu yang mayoritas beragama islam yang ada di Singkawang.sedangkan budaya etnis dayak yang ada di Singkawang yaitu Naik Dango.

Singkawang juga di sebut kota pariwisata, objek-objek pariwisata yang ada di singkawang menggerakkan hati para wisatawan untuk datang ke kota Singkawang tersebut.Kota Singkawang memiliki objek pariwisata yaitu : Pasir Panjang, Sinka Island Park (Teluk Mak Jantu), Klenteng di Gunung Pasi, Gunung Sari, Bukit Bugenvil, Taman teratai, dan Cap Go Meh yang merupakan budaya etnis Tiong Hua.Objek-objek wisata tersebut itulah yang menambah devisa kota Singkawang.
(Dicopy dari: Singkawang Chinese/fb).

BORNEO EKTRAVAGANZA 2010

                                                  KALIMANTAN TIDAK KALAH DENGAN BALI
KUTA, KOMPAS.com - Empat provinsi di Pulau Kalimantan menggelar promosi bersama bertajuk Borneo Extravaganza 2010 di sebuah mal di kawasan wisata Kuta, Bali, Jumat (8/10). Lewat kegi atan dua hari itu, para pemangku kepentingan di Kalimantan ingin menarik lebih banyak wisatawan mancanegara.

"Kalimantan tidak kalah dengan Bali. Pulau itu kaya akan keanekaragaman hayati dan budaya serta pesona alamnya. Melalui pameran wisata seperti inilah kesempatan membuka apa-apa yang dimiliki pulau itu kepada para turis. Semoga lebih banyak wisatawan mancanegara berkunjung ke Borneo," kata Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Iptek Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Titin Soekarya, dalam acara pembukaan pameran itu di Kuta, Jumat (8/10).
Borneo Extravaganza merupakan salah satu kegiatan pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan provinsi yang ada di Kalimantan, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan . Acara ini pertama kali diselenggarakan di Mal Taman Anggrek, Jakarta, pada 2004 lalu. Tahun ini merupakan penyelenggaraan Borneo Extravaganza keempat.
Dikatakan, luasnya wilayah Nusantara harus ditawarkan pada para turis asing. Jenis wisata yang potensial, antara lain berpetualang masuk hutan belantara, mendaki gunung, dan melihat langsung hutan yang selama ini dikenal dengan paru-paru dunia, seperti Taman Nasional Danau Sentarum dan Betung Kerihun di Kabupaten Kapuas Hulu.
"Orang juga selalu rindu dengan suasana pasar terapung di Kalimantan. Kita dorong agar masyarakat di sekitarnya membuka penginapan sehingga menjadi tempat penginapan ( homestay) yang pasti digemari wisatawan," kata Titin.
Selama pameran, Borneo Extravaganza antara lain menyajikan paparan tentang potensi wisata yang kini digiatkan, seperti seperti Museum Mulawarman, Tugu Khatulistiwa, serta Wisata Sungai Mahakam, Barito, dan Kapuas. Sedangkan pada wisata kuliner, disajikan sensasi menikmati makanan khas Kalimantan tempo dulu dan sekarang yang sudah bercampur dengan budaya Melayu dan Bugis.
sumber : www.travel.kompas.com

ADAT-BUDAYA KAHARINGAN TERANCAM


BARABAI, KALSEL, KOMPAS.com — Agama atau kepercayaan Kaharingan yang dianut masyarakat adat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan kini terancam punah. Hal tersebut disampaikan Koordinator Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat Borneo Selatan atau LPMA Borneo Selatan, Juliade.

"Hal itu bisa terjadi bila masyarakat adat Dayak Meratus tidak lagi melaksanakan upacara-upacara adat mereka dan saat ini gejala itu sudah tampak," ujarnya saat ditemui di Barabai, ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah, sekitar 165 km utara Banjarmasin, Rabu (14/7/2010).

Kepercayaan itu, khususnya pada masyarakat adat Dayak Meratus, tidak tertuang dalam sebuah kitab suci sebagaimana agama lain yang berkembang di Indonesia.

Pada masyarakat adat Dayak Meratus, agama tersebut berkembang dengan menggunakan budaya bertutur oleh tetua adat atau mereka yang memiliki kemampuan khusus untuk itu.

Menurut dia, saat ini jumlah tetua adat yang menguasai dan mampu menuturkan ajaran agama kepercayaan Kaharingan makin sedikit dan hanya dapat ditemui saat pelaksanaan upacara adat.

"Agama kepercayaan Kaharingan pada masyarakat adat Dayak Meratus dituturkan secara khusus oleh mereka yang terpilih sehingga tidak semua orang bisa dan mampu mempelajarinya," katanya.

Selain itu, di masyarakat adat Dayak Meratus memang tidak ada guru khusus yang bertugas memberikan pelajaran tentang hal tersebut. Sementara itu, pihak pemerintah juga tidak mengupayakannya.

Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan Tengah (Kalteng), saat ini di Kota Palangkaraya, ibu kota Kalteng, telah berdiri sekolah khusus tentang agama Kaharingan.

Hal tersebut diperparah oleh kondisi generasi muda Dayak Meratus. Banyak dari mereka kini sudah enggan mempelajari cara bertutur menurut kepercayaan mereka itu.

Ia menambahkan, agama kepercayaan Kaharingan bagi masyarakat Adat Dayak Meratus erat kaitannya dengan aktivitas keseharian mereka, seperti merambah hutan, berhuma, berburu, dan melaksanakan upacara adat.

"Namun saat ini, sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi, kegiatan upacara keagamaan dan budaya masyarakat adat Dayak Meratus telah mengalami pergeseran dan mulai kehilangan makna," tambahnya.

Ilmu dan teknologi yang merambah hingga ke pedalaman Pegunungan Meratus, tempat komunitas Dayak Meratus tinggal, membuat generasi muda mereka mulai beranggapan bahwa pelaksanaan upacara adat merupakan sesuatu yang primitif.

Pelaksanaan upacara adat, seperti Aruh Ganal, kini lebih banyak dilakukan karena hanya sebagai pemenuhan kewajiban dan kadang untuk tujuan komersial dalam rangka menarik minat wisatawan.

Padahal, tanpa disadari, hal tersebut membuat pelaksanaan agama kepercayaan Kaharingan mulai ditinggalkan.

Hal itu pulalah yang menyebabkan jumlah orang Dayak Meratus yang menguasai tutur agama Kaharingan semakin hari semakin sedikit.

Sementara itu, generasi muda Dayak Meratus yang berpendidikan kebanyakan berkonsentrasi pada masalah pengakuan dan perjuangan terhadap hak-hak masyarakat adat saja.

Mereka yang kini berdomisili di kawasan perkotaan juga tidak lagi melaksanakan upacara adat. Dengan demikian, secara otomatis, pengamalan agama kepercayaan Kaharingan tidak lagi dijalankan, bahkan terlupakan.

JAGOI BABANG DULU WILAYAH MALAYSIA

 
WILAYAH JAGOI BABANG KEC. BENGKAYANG

Untuk mengingatkan bahwa Wilayah Malaysia pernah diambil oleh Indonesia tanpa melalui peperangan.
Jagoi Babang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Dahulu Kec. Jagoi Babang merupakan bagian dari Malaysia (Kerajaan Inggris tepatnya) Penduduk asli Jagoi Babang adalah Subsuku Dayak yang dikenal dengan Bidayuh. Orang Bidayuh juga terdapat di Malaysia. Keduanya merupakan kerabat dekat. Jika ada perayaan Gawai (pesta panen) dan hari raya banyak penduduk yang melakukan perjalanan lintas negara untuk berkunjung kepada sanak saudara mereka.
Pada masa penjajahan Belanda, di Seluas (sekarang Kecamatan Seluas) ada seorang pandai. Orang tersebut sengaja disekolahkan dan dididik Belanda untuk mengurusi masalah lokal di wilayah tersebut. Karena dianggap mampu menyelesaikan perkara dengan baik, banyak orang berperkara datang kepadanya, termasuk dari Jagoi. Saat itu Jagoi masih masuk dalam Wilayah Inggris. Hal ini membuat gerah pemerintah Inggris. Sehingga dia mengajukan protes kepada pemerintah Hindia Belanda. Akhirnya disepakati mereka untuk berunding. berdasarkan kesepakatan bersama mereka menyatakan dimana tempat mereka bertemu disitulah tapal batas negara ditentukan. sesuai perjanjian pertemuan akan diadakan jam 7 pagi.
Ternyata wakil pemerintah Belanda lebih rajin dan berinisiatif untuk melakukan perjalanan pada tengah malam. Dari Seluas mereka berjalan menuju Bau, Kota dimana wakil pemerintahan Inggris berada. Setelah menyeberangi Sungai Seluas (anak Sungai Sambas) mereka berjalan dengan menggunakan penerangan seadanya. Saya yakin perjalanan mereka sangat sulit karena harus menembus hutan dan dan rawa-rawa, belum lagi serangan nyamuk, agas bahkan hewan buas selalu mengancam. tetapi mereka bertekad untuk meluaskan wilayah. Dilain pihak wakil pemerintah Inggris, bangun terlambat. kemudian mereka berjalan dari Bau menuju kearah Seluas.
Akhirnya mereka bertemu di suatu tempat yang dikenal sebagai Serikin untuk Malaysia dan Jagoi untuk Indonesia. ditempat tersebutlah ditandatangani kesepakatan batas teritori kedua wilayah. yang menandai batas kedua negara hanya sebuah sungai, seukuran parit kalau dijakarta. Kemudian tempat itulah yang menjadi batas wilayah kedua negara kita dan Malaysia. Kalau diukur mungkin wilayah Indonesia maju sekitar 20an KM. Sekarang Batas negara hanya tandai oleh trapesium logam. (maaf foto diambil saat sedang Pilkada Gubernur sehingga tampak salah gambar kontestan pilgub)
Kisah ini saya dengar dari seorang tokoh masyarakat Jagoi Babang, Bapak Asem. Coba kalo sekarang ? bisa-bisa wilayah Indonesia yang diambil karena kebiasaan jam karet orang Indonesia… :-)
sumber : www.regional.kompasiana.com