BARABAI, KALSEL, KOMPAS.com —  Agama atau kepercayaan Kaharingan yang dianut masyarakat adat Dayak  Meratus di Kalimantan Selatan kini terancam punah. Hal tersebut  disampaikan Koordinator Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat Borneo  Selatan atau LPMA Borneo Selatan, Juliade.
"Hal  itu bisa terjadi bila masyarakat adat Dayak Meratus tidak lagi  melaksanakan upacara-upacara adat mereka dan saat ini gejala itu sudah  tampak," ujarnya saat ditemui di Barabai, ibu kota Kabupaten Hulu Sungai  Tengah, sekitar 165 km utara Banjarmasin, Rabu (14/7/2010).
Kepercayaan  itu, khususnya pada masyarakat adat Dayak Meratus, tidak tertuang dalam  sebuah kitab suci sebagaimana agama lain yang berkembang di Indonesia.
Pada  masyarakat adat Dayak Meratus, agama tersebut berkembang dengan  menggunakan budaya bertutur oleh tetua adat atau mereka yang memiliki  kemampuan khusus untuk itu.
Menurut  dia, saat ini jumlah tetua adat yang menguasai dan mampu menuturkan  ajaran agama kepercayaan Kaharingan makin sedikit dan hanya dapat  ditemui saat pelaksanaan upacara adat.
"Agama  kepercayaan Kaharingan pada masyarakat adat Dayak Meratus dituturkan  secara khusus oleh mereka yang terpilih sehingga tidak semua orang bisa  dan mampu mempelajarinya," katanya.
Selain  itu, di masyarakat adat Dayak Meratus memang tidak ada guru khusus yang  bertugas memberikan pelajaran tentang hal tersebut. Sementara itu,  pihak pemerintah juga tidak mengupayakannya.
Berbeda  dengan yang terjadi di Kalimantan Tengah (Kalteng), saat ini di Kota  Palangkaraya, ibu kota Kalteng, telah berdiri sekolah khusus tentang  agama Kaharingan.
Hal  tersebut diperparah oleh kondisi generasi muda Dayak Meratus. Banyak  dari mereka kini sudah enggan mempelajari cara bertutur menurut  kepercayaan mereka itu.
Ia  menambahkan, agama kepercayaan Kaharingan bagi masyarakat Adat Dayak  Meratus erat kaitannya dengan aktivitas keseharian mereka, seperti  merambah hutan, berhuma, berburu, dan melaksanakan upacara adat.
"Namun  saat ini, sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi, kegiatan upacara  keagamaan dan budaya masyarakat adat Dayak Meratus telah mengalami  pergeseran dan mulai kehilangan makna," tambahnya.
Ilmu  dan teknologi yang merambah hingga ke pedalaman Pegunungan Meratus,  tempat komunitas Dayak Meratus tinggal, membuat generasi muda mereka  mulai beranggapan bahwa pelaksanaan upacara adat merupakan sesuatu yang  primitif.
Pelaksanaan  upacara adat, seperti Aruh Ganal, kini lebih banyak dilakukan karena  hanya sebagai pemenuhan kewajiban dan kadang untuk tujuan komersial  dalam rangka menarik minat wisatawan.
Padahal, tanpa disadari, hal tersebut membuat pelaksanaan agama kepercayaan Kaharingan mulai ditinggalkan.
Hal itu pulalah yang menyebabkan jumlah orang Dayak Meratus yang menguasai tutur agama Kaharingan semakin hari semakin sedikit.
Sementara  itu, generasi muda Dayak Meratus yang berpendidikan kebanyakan  berkonsentrasi pada masalah pengakuan dan perjuangan terhadap hak-hak  masyarakat adat saja.
Mereka  yang kini berdomisili di kawasan perkotaan juga tidak lagi melaksanakan  upacara adat. Dengan demikian, secara otomatis, pengamalan agama  kepercayaan Kaharingan tidak lagi dijalankan, bahkan terlupakan.
sumber : http://oase.kompas.com

No comments:
Post a Comment